Oleh: Ata Aditya Wardana

Dalam beberapa dekade terakhir, berkembang suatu disiplin ilmu yang cukup populer yaitu Nanotechnology. Kata nano berasal dari bahasa Yunani yang artinya kerdil atau kecil. Teknologi nano mencakup desain, karakterisasi, produksi dan aplikasi suatu material, alat atau sistem pada skala nano (0.1-100 nm). Pada dasarnya, teknologi nano bukanlah sesuatu teknologi yang sama sekali baru, alam telah memperkenalkan jauh lebih lama teknologi yang memanfaatkan materi berukuran 10-9 m ini . Coba perhatikan, bagaimana cicak dapat merayap atau memanjat dinding begitu lama tanpa terjatuh? Bagaimana bisa daun talas tidak basah meskipun kontak dengan air? Mekanisme proses kedua kejadian tersebut merupakan contoh aplikasi teknologi nano di alam. Teknologi nano mampu mentransformasi suatu material menjadi material baru yang memiliki sifat-sifat baru (nano-ness) yang unik dan berbeda. Begitu pentingnya teknologi tersebut untuk masa depan sampai-sampai presiden Korea Selatan menyemboyankan “Go Nano or Die”. Dalam artikel ini tidak dibahas lebih jauh pengaplikasian teknologi nano secara umum, namun lebih berfokus pada bidang pangan.
Di bidang pangan, teknologi nano telah mendapat perhatian yang cukup signifikan. Beberapa contoh aplikasinya adalah sebagai nano-ingredient, nano-emulsi, nano-enkapsulasi, dan nano-material additive pada produk-produk susu, nutritional drink, dan pengemas. Di tahun 2008, Friends of the Earth (lembaga internasional yang bergerak dalam pelestarian lingkungan hidup) melaporkan terdapat 104 jenis pangan, bahan tambahan pangan, food contact materials (kemasan, dll) yang mengandung partikel nano. Setidaknya, terdapat 4 benefit dapat diperoleh dari pemanfaatan teknologi nano di bidang pangan:

1. Kemampuan antimikroba
Aktivitas antimikroba dari nanopartikel berhubungan dengan beberapa mekanisme. Nanopartikel dapat secara langsung berinteraksi dengan sel-sel mikroba, misalnya mengganggu transmembran transfer elektron, mengganggu/menembus membran sel, atau oksidasi komponen sel, atau menghasilkan produk sekunder (misalnya reactive oxygen species (ROS) atau ion-ion logam berat terlarut yang menyebabkan kerusakan (Li et al. 2008; Yousef dan Danial. 2012). Selain itu, adanya interaksi NP-ZnO dengan gugus fosfor dalam DNA menyebabkan penghambatan fungsi enzim pada bakteri (Fanny dan Silvia. 2012). Dengan kelebihan tersebut, maka nanopartikel dapat dimanfaatkan untuk memperpanjang masa simpan jenis-jenis pangan yang mudah rusak akibat aktivitas mikroba seperti daging dan olahannya, minimally processed food, sayuran, dll.

2. Perbaikan sifat barrier dan mekanis
Di bidang kemasan, khususnya untuk biofilm maupun film sintetis, inkorporasi partikel-partikel nano seperti ZnO, Ag, TiO2, TiN, SiO2 terbukti berkontribusi terhadap perbaikan sifat barrier (gas, uap air, noda) dan mekanis (fleksibilitas, durabilitas, stabilitas terhadap temperatur dan moisture). Mekanisme perbaikan sifat mekanis tersebut berhubungan dengan interaksi interfasial antara partikel nano (filler) dengan matriks (Ma et al. 2009; Rhim dan Wang 2013). Pendapat lain melaporkan bahwa partikel nano berperan sebagai agen penguat karena dapat menurunkan mekanisme plastisasi dari matriks (Marbun. 2012). Sedangkan, mekanisme perbaikan sifat barrier yaitu adanya partikel nano dalam matriks polimer film menyebabkan perpindahan uap air dan gas menjadi semakin sulit akibat adanya mekanisme jalur yang berliku (tortuous pathway).

3. Perbaikan stabilitas sistem emulsi
Nanoemulsi merupakan pengembangan terbaru dari teknologi emulsi (sistem yang terbentuk dari campuran dua fase yaitu terdispersi dan pendispersi). Beberapa contoh produk emulsi diantaranya santan, susu, margarin, dll. Kelebihan yang dimiliki nanoemulsi yaitu ukuran droplet yang jauh lebih kecil dibandingkan generasi sebelumnya (emulsi konvensional dan mikroemulsi). Ukuran droplet dalam skala nano menyebabkan penurunan gaya gravitasi sehingga mencegah sedimentasi, creaming, flokulasi, dll. Dengan demikian, stabilitas sistem emulsi menjadi semakin baik. Alat-alat yang biasanya digunakan untuk mendapatkan nanoemulsi diantaranya high pressure homogenizer, ultra turrax, ultrasonic disruptor, high speed blender, dll.

4. Bioavailability
Saat ini, beberapa material berukuran nano seperti nano kalsium, nano gingseng, nano propolis telah ditambahkan untuk menambah nilai pada produk-produk pangan komersial seperti susu, minuman energi,dll. Pada ukuran berskala nano diharapkan mampu meningkatkan bioavailabilitas sehingga komponen-komponen bioaktif dapat diabsorbsi tubuh dengan maksimal. Ukuran bahan yang sangat halus dan kecil menyebabkan peningkatan tingkat kelarutan yang lebih tinggi dan terdispersi secara merata (Rochman, 2013)


Gambar 1. Variasi mekanisme antimikroba oleh material nano (Emamifar et al. 2010)


Gambar 2. Ilustrasi tortuous pathway. (Duncan 2011)

Referensi
Duncan TV. 2011. Applications of nanotechnology in food packaging and food safety: barrier materials, antimicrobials and sensors. J Colloid Interface Sci. 363:1 – 24.
Emamifar A, Kadivar M, Shahedi M, Soleimanian SZ. 2010. Evaluation of nanocom-posite packaging containing Ag and ZnO on shelf life of fresh orange juice. Innov Food Sci Emerg Technol. 11: 742 – 748.
Fanny, Silvia. 2012. Zeolit nano partikel untuk pencegahan penyebaran virus flu burung. [Diakses tanggal 14 Februari 2017]. Tersedia di: http://www.scribd.com/doc/89968408/K3.
Li D, Lyon DY, Li Q, Alvarez PJJ. 2008. Effect of natural organic matter on antibacterial activity of fullerene water suspension. Environ Toxicol Chem. 27: 1888 – 1894.
Ma X, Chang PR, Yang J, Yu J. 2009. Preparation and properties of glycerol plasticized-pea starch/zinc oxide-starch bionanocomposites. Carbohydr Polym. 75: 472 – 478.
Marbun E. 2012. Sintesis bioplastik dari pati ubi jalar menggunakan penguat logam ZnO dan penguat alami selulosa. Depok (ID): Universitas Indonesia.
Rhim JW, Wang LF. 2013. Mechanical and water barrier properties of agar/κ-carrageenan/konjac glucomanan tertiery blend hydrogel film. Carbohyd Polym. 96: 71 – 81.
Yousef JM, Danial EN. 2012. In vitro antibacterial activity and minimum inhibitory concentration of zinc oxide and nano-particle zinc oxide against pathogenic strains. J of Health Sci. 2 (4): 38 – 42.

 

Tertarik serunya berkuliah di jurusan Food Technology Binus University? Ayo #GabungBINUS, kontak langsung http://line.me/ti/p/%40gabung_binus 🙂

Save