Cook-chill foods; proses produksi serta aspek keamanan pangan
Oleh: Ata Aditya Wardana
Produk cook-chill foods semakin mudah didapatkan di swalayan-swalayan. Sebelumnya, mungkin produk tersebut hanya bisa ditemui di negara-negara tertentu seperti Jepang, USA, serta negara-negara Eropa. Cook-chill foods merupakan metode modern pengawetan makanan dengan cara dimasak (cooked), dan kemudian didinginkan (chilled) dan diproduksi dalam berbagai bentuk baik lauk atau makanan lengkap. Umumnya konsumen memanaskannya kembali sebelum disajikan menggunakan microwave. Makanan ini menjadi terobosan baru terhadap banyaknya permintaan makanan instan dan siap santap (ready to eat) di dalam negeri, terlebih di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dll.
Gambar 1. Produk cook-chill foods di toko retail Jepang (sumber: olahan penulis)
Paling tidak, ada tiga tahapan penting dalam proses pembuatan cook-chill foods yaitu pemasakan bahan baku dengan cara dipanaskan minimum suhu 70°C selama 2 menit kemudian dilanjutkan dengan penyimpanan dingin ≤3°C selama ≤150 menit dan dihangatkan/dipanaskan kembali ≥70°C sebelum dikonsumsi (Food Safety Authority of Ireland, 2006). Pemasakan pada suhu dan waktu tersebut bertujuan untuk memasak bahan baku yang masih mentah serta memastikan bahwa setiap mikroorganisme patogen yang mungkin masih ada menjadi mati. Pendapat lain menyebutkan bahwa pemasakan pada cook-chill foods adalah proses pemanasan yang cukup untuk membunuh bakteri patogen (Listeria monocytogenes) sebesar 6D (Fellows, 2000). Setelah pemasakan selesai, produk disimpan dalam wadah kontainer plastik dan didinginkan secara cepat hingga mencapai 3°C dalam jangka waktu 90 menit menggunakan blast chiller atau chiller freezer dan dan tetap disimpan antara suhu 0-3°C untuk mengontrol pertumbuhan mikroba. Pada kondisi tersebut, makanan tersebut dapat tahan hingga 5 hari penyimpanan. Proses pemanasan kembali (re-heated) dilakukan oleh konsumen menggunakan oven microwave yang disediakan oleh swalayan atau bisa juga menggunakan oven microwave pribadi di rumah. Penggunaan gelombang mikro untuk aplikasi pangan umumnya menggunakan frekuensi 2450 dan 915 MHz. Gelombang mikro yang melewati bahan pangan (mengandung molekul air dan molekul polar lain) menyebabkan atom oksigen (bermuatan negatif) terpisah dengan atom hidrogen (bermuatan positif) sehingga menyebabkan terbentuknya electric dipole. Dipole yang terkandung di air dan komponen ion lainnya seperti garam cenderung mengorientasikan dirinya terhadap medan listrik dan bergerak dengan sangat cepat (berjuta-juta kali dari positif ke negatif selama 1 detik) menyebabkan timbulnya friksi dan akhirnya menghasilkan panas (Fellows, 2000). Selain digunakan untuk menghangatkan makanan sehingga lebih nikmat untuk dikonsumsi, penggunaan microwave juga berfungsi untuk mengurangi atau memusnahkan mikroba patogen dan spora yang mungkin masih tumbuh pada produk cook-chill foods.
Meskipun produk cook-chill foods cenderung safe untuk dikonsumsi ditinjau dari segi kandungan mikrobiologisnya, akan tetapi handling yang tepat harus tetap diperhatikan mengingat mayoritas dari produk ini mengandung aw dan pH yang tinggi, kandungan garam yang rendah dan bebas pengawet sintetik. Temperatur distribusi dan penyimpanan yang tidak sesuai (>4°C) juga berkontribusi terhadap keamanan produk cook-chill foods. Selain itu, tidak seperti pabrik pengolahan makanan lainnya, umumnya produk ini dihasilkan oleh katering yang mungkin tidak memiliki banyak pengetahuan, fasilitas keamanan pangan, kontrol higienitas, serta belum menerapkan cara pembuatan pangan olahan yang baik (GMP). Dalam hasil risetnya, Fitriana dkk (2014) melaporkan bahwa produk cook-chill foods (spaghetti bolognaise dan nasi ayam lada hitam) yang disimpan pada suhu 15°C mempunyai tingkat pertumbuhan mikroba sebesar 1 log selama masa penyimpanan selama tiga hari. Food safety objective produk tersebut masih bisa tercapai apabila produk tersebut dipanaskan pada waktu yang direkomendasikan dengan oven microwave 850 watt pada level maksimum, akan tetapi tidak tercapai pada oven microwave 410 watt, terutama pada cook-chill foods yang dijual pada hari terakhir penyimpanan (hari ke-3).
REFERENSI
Fellows PJ. 2000.Food Processing Technology, Principles and Practice, Second Edition. Boca Raton: CRC Press.
Fitriana M, Sugiyono, Kusumaningrum HD. 2014. Efektivitas Pemanasan Gelombang Mikro terhadap Inaktivasi Bacillus cereus untuk Mencapai Food Safety Objective pada Cook-chill Foods. Thesis: IPB.
Food Safety Authority of Ireland. 2006. Cook-Chill Systems in the Food Service Sector (Revision 1). Food Safety Authority of Ireland, Abbey Court, Lower Abbey Street, Dublin 1.
Roussy G, Pearce J. 1995.Foundations and industrial applications of microwaves oven and radio frequency fields. Di dalam: USFDA. 2012. Kinetics of Microbials Inactivation for Alternative Food Processing Technologies – Microwave Oven and Radio frequency processing. US Food and Drug Administration.
Tertarik serunya berkuliah di jurusan Food Technology Binus University? Ayo #GabungBINUS, kontak langsung http://line.me/ti/p/%40gabung_binus 🙂
Save