Tempe kedelai tidak hanya digemari karena rasanya, tetapi kandungan nutrisinya benar-benar aduhai sehingga tempe merupakan makanan fungsional yang mengglobal. Bagaimana keunggulan tempe dibanding kedelai ? Mengapa tempe lebih tinggi nilai gizinya ketimbang kedelai ? Terimakasih pada mikroba yang terlibat dalam fermentasi tempe.

Senyawa bioaktif pada Kedelai
Kedelai mengandung senyawa anti nutrisi diantaranya protease inhibitor, yaitu trypsin and chymotrypsin inhibitor, tannin dan asam fitat. Asam fitat mengikat mineral seperti besi dan Zn sehingga tidak dapat diserap.
Kandungan fitokimia kelompok fenol dalam kedelai merupakan antioksidan kuat, melindungi terjadinya oksidasi kolesterol dan kerusakan oksidatif pembuluh darah. Isoflavon, genistein, daidzein dan glycitein sayangnya dalam kedelai terikat pada molekul glukosa membentuk glukosida, berperan sebagai analog estrogen dlm tubuh, mempengaruhi sel yang mengandung reseptor esterogen, menjaga integritas tulang paska menopause, menurunkan kholesterol darah dan mengurangi risiko kanker.
Prebiotik GOS (galactooligosakharida, rafinosa dan stakhiosa) terkandung dalam kedelai, tidak dapat dicerna oleh manusia, mencapai usus besar dan mendukung pertumbuhan bakteri baik, menghasilkan gas CO2, H2, metan dan juga asam lemak rantai pendek (Short Chain Fatty Acid) mendukung pertumbuhan bakteri baik.
Tempe, makanan asli Jawa yang mengglobal
Tempe sudah dikenal sejak berabad-abad lalu, terutama dalam tatanan budaya makan masyarakat Jawa, khususnya di Yogyakarta dan Surakarta. Dalam manuskrip serat Centini bab 3 dan bab 12 era abad ke 16, ditemukan kata tempe.
Perhatian yang begitu besar terhadap tempe telah dimulai sejak zaman pendudukan Jepang di Indonesia. Para tawanan perang yang diberi makan tempe terhindar dari disentri dan busung lapar. Menurut Onghokham, kandungan gizi tempe serta harga yang sangat terjangkau, menyelamatkan masyarakat miskin dari kondisi kurang gizi.
Rujukan pertama mengenai tempe ditemukan pada tahun 1875, dalam kamus bahasa Jawa-Belanda. Tahun 1895, Prinsen Geerlings (ahli kimia dan mikrobiologi dari Belanda) yang pertama kali mengidentifikasi jamur tempe. Tempe dikenal oleh masyarakat Eropa melalui orang-orang Belanda, sejak tahun 1946. Perusahaan-perusahaan tempe pertama di Eropa dimulai di Belanda oleh para imigran dari Indonesia. Pada tahun 1984 sudah tercatat 18 perusahaan tempe di Eropa, 53 di Amerika, dan 8 di Jepang.
Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Konsumsi tempe rata-rata per kapita per tahun di Indonesia saat ini diduga sekitar 8 kg.
Tempe, hasil kerjasama berbagai mikroba
Jamur Rhizopus oligosporus adalah mikroba andalan fermentasi tempe, umumnya berdampingan secara alami dengan khamir, berbagai jenis bakteri seperti bakteri asam laktat pada saat perendaman kedelai, Micrococcus luteus dan Coreynebacterium yang menghasilkan antioksidan faktor 2, Klebsiella pneumoniae dan Citrobacter freundii yang menghasilkan vitamin B12. Keberadaan R. oryzae dan Mucor spp berkontribusi terhadap citarasa, tekstur dan juga mengeliminasi faktor anti nutrisi dan meningkatkan nilai gizi.
R. oligosporus lebih dipilih sebagai starter pada fermentasi tempe karena pertumbuhannya yang cepat pada suhu tinggi (30-42°C), dan aktivitas proteolitik dan lipolitik yang tinggi serta memproduksi antioksidan kuat. Jamur tempe menghasilkan enzim fitase, menguraikan asam fitat (yang mengikat beberapa mineral) menjadi fosfor dan inositol.
R. oligosporus menghasilkan enzim-enzim carbohydratase (polygalacturonase, endocellulase, xylanase, arabinanase dan dalam jumlah sedikit α-D-galactosidase, β-B-galactosidase, β-D-xylosidase, α-L-arabinofuranosidase and α-D-glucosidase), lipase, protease dan fitase. Namun, R. oligosporus tidak menghasilkan α-galactosidase sehingga tidak dapat menghidrolisis rafinosa dan stakhiosa kedelai.
Khasiat dan Kandungan Nutrisi Tempe
Dibandingkan dengan kedelai, tempe lebih berkhasiat. Secara kimiawi hal ini bisa dilihat dari meningkatnya kadar padatan terlarut, nitrogen terlarut, asam amino bebas, asam lemak bebas, nilai cerna, nilai efisiensi protein, serta skor proteinnya. Zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan tubuh dibandingkan dengan yang ada dalam kedelai. Tempe juga mengandung mineral makro dan mikro dalam jumlah yang cukup.
Dengan terurainya asam fitat, kandungan mineral seperti besi, kalsium, magnesium, seng menjadi lebih tersedia untuk dimanfaatkan tubuh. Fermentai tempe berhasil mengurangi kandungan asam fitat hingga tinggal 45 %. Jumlah mineral zat besi, tembaga, dan seng berturut-turut adalah 9,39, 2,87, dan 8,05 mg setiap 100 gram tempe. Dengan mengkonsumsi tempe secara teratur akan menghindarkan seseorang dari anemia akibat kekurangan zat gizi besi.
Senyawa isoflavonoid dalam kedelai diubah menjadi 6,7,4’ trihydroxy isoflavon, faktor 2, senyawa antioksidan kuat mencegah proses penuaan. Antioksidan ini disintesis pada saat terjadinya proses fermentasi kedelai menjadi tempe oleh bakteri Micrococcus luteus dan Coreynebacterium, 600 kali lebih kuat dibanding vitamin E.
Senyawa antioksidan yang lebih kuat dari faktor 2, yaitu 3-hydroxyanthranilic acid (HAA) dihasilkan oleh Rhizopus oligosporus mencegah autooksidasi minyak kedelai sehingga tahan terhadap ketengikan.
Isoflavon kedelai, fitoesgosteron mengatasi osteoporosis paska menopause. Konsumsi tempe 75 gram per hari bisa menghambat gejala-gejala menopause, menekan arteriosclerosis memperbaiki metabolisme lipid, dan kholesterol.Tempe merupakan makanan primadona bergizi, dan mempunyai fungsi regulasi metabolisme.
Penguraian ikatan glukosida isoflavon berlangsung selama fermentasi, oleh enzim -glucosidase dan bentuk aktif isoflavon bebas adalah daidzein dan genistein, yang menyebabkan tempe lebih tahan terhadap kerusakan oksidasi dibanding kedelai. Metabolisme isoflavone dalam bentuk aglycone lebih mudah diserap secara sistemik dibanding terikat oleh ikatan glukosida. Tempe yang terfermentasi sempurna megeliminasi hampir semua glukosida dan diubah menjadi aglycone, yaitu daidzein and genistein.

Asam amino esensial
Tempe dan nasi merupakan kombinasi ideal sehingga asam amino esensial yang dibutuhkan menjadi lengkap. Protein lengkap biasanya berasal dari pangan hewani, seperti telur atau daging. Istimewanya, tempe mengandung 8 asam amino esensial secara seimbang, yaitu tryptophan, phenilalanin, lysine, treonin, methionine, leusin, isoleusin dan valine Kekurangan asam amino esensial trytophane dan lisin pada beras dan jagung dapat diimbangi oleh jumlah trytophane yang cukup banyak dalam tempe. Sedangkan kekurangan asam amino yang mengandung belerang pada kedelai, yaitu metionin dan sistin dilengkapi oleh beras.
Asam lemak esensial
Fermentasi tempe meningkatkan asam lemak tidak jenuh majemuk (polyunsaturated fatty acids = PUFA). Asam palmitat dan asam linoleat sedikit mengalami penurunan, sedangkan asam lemak oleat meningkat dan linolenat terbentuk. Asam lemak tidak jenuh menurunkan kandungan serum kolesterol.
Vitamin B, terutama B12
Dua kelompok vitamin terdapat pada tempe, yaitu larut air (vitamin B kompleks) dan larut lemak (vitamin A, D, E, dan K). Tempe merupakan sumber vitamin B yang sangat potensial, antara lain vitamin B1 (thiamin), B2 (riboflavin), asam pantotenat, asam nikotinat (niasin), vitamin B6 (piridoksin), dan B12 (sianokobalamin). Vitamin B12 meningkat sampai 33 kali selama fermentasi, riboflavin naik sekitar 8-47 kali, piridoksin 4-14 kali, niasin 2-5 kali, yaitu 1.13 mg/100 gram berat tempe yang dapat dimakan, biotin 2-3 kali, asam folat 4-5 kali, dan asam pantotenat 2 kali lipat.
Vitamin B12 umumnya terdapat pada pangan hewani dan tidak dijumpai pada pangan nabati. Pada fermentasi tempe meningkat tajam, menjadi satu-satunya sumber vitamin B12 potensial dari bahan pangan nabati yang sangat diperlukan dalam pembentukan sel-sel darah merah. Kekurangan vitamin ini mengakibatkan terjadinya anemia pernisiosa. Kadar vitamin B12 dalam tempe berkisar antara 1,5 sampai 6,3 mikrogram per 100 gram tempe kering. Jumlah ini mencukupi kebutuhan vitamin B12 seseorang per hari. Vitamin ini tidak diproduksi oleh jamur tempe, tetapi oleh bakteri Klebsiella pneumoniae dan Citrobacter freundii.

Cegah Kanker Payudara

Penelitian yang dilakukan di Universitas North Carolina, Amerika Serikat, menemukan bahwa genestein dan phytoestrogen yang dihasilkan oleh bakteri Micrococcus luteus dan Coreynebacterium pada tempe dapat mencegah kanker prostat dan payudara.
Disertasi Doktor Siti Harnina Bintari dari Universitas Diponegoro membuktikan bahwa secara in vivo Isoflavon dalam tempe menghambat pembentukan enzim-enzim tirosin protein kinase, DNA topoisomerase, dan kolagenase yang memberikan efek penghambatan tahap replikasi, transkripsi, dan translasi sel kanker payudara, sehingga, ukuran jaringan kanker payudara dapat direduksi.

Antidiare
Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC) bakteri pathogen penyebab utama diare, dan mengeluarkan enterotoksin, mengakibatkan tubuh banyak kehilangan cairan. Tempe terbukti memelihara keseimbangan cairan selama infeksi ETEC, nutrisi dan mineral mudah diserap sehingga membantu kehilangan cairan dan elektrolit. Senyawa dalam tempe menghambat penempelan ETEC pada membran brush border sel epithelial. Tempe juga masih mengandung enzim protease hasil fermentasi dan dalam saluran usus menginaktifkan reseptor ETEC sehingga dapat melindungi diare akibat ETEC. Kandungan senyawa tidak larut air seperti serat mempengaruhi viskositas atau waktu transit, serat larut air terbukti membantu penyerapan air dan elektrolit oleh usus.
Tempe mengandung senyawa antibakteri terhadap bakteri gram positif, dan terbukti secara in vitro mampu menghambat penempelan ETEC pada membran brush border usus halus. Tempe sangat berpotensi untuk manajemen diare pada anak-anak Indonesia, karena ketersediaan nutrisi yang mudah dicerna, sehingga mencegah efek diare, yaitu gizi buruk.
Peneliti dari Wageningen, Belanda Jeroen L. Kiers melaporkan di British Journal of Nurtition 2007 senyawa larut air berberat molekul tinggi dari tempe mampu mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit, yang mungkin disebabkan oleh aktivitas enzim, mempengaruhi faktor patogenisitas dan menstimulir absorbsi cairan. Enzim microbial yang terkandung dalam tempe diantaranya -Galactosidase dan protease, dalam saluran cerna mampu mendegradasi reseptor pada usus untuk menempel ETEC, komponen dalam tempe juga bisa mempengaruhi pengikatan enteroxin. Polisakharida berberat molekul tinggi pada tempe terbukti berfungsi sebagai pelindung terhadap kehilangan cairan oleh infeksi ETEC.
Riset Yati Soenarto membuktikan tempe mengatasi akut diare akibat rotavirus pada anak usia 6-24 bulan

Proses Pemasakan yang tepat
Agar khasiat senyawa bioaktif pada tempe tak banyak terbuang dalam proses pemasakan, tempe sebaiknya dimasak dengan menu seperti sup, semur, atau bacem. Penggorengan banyak menghilangkan komponen bioaktif tempe.

Era bioteknologi
Produksi tempe skala industri rumah tangga kurang memperhatikan kebersihan dan higienis penanganan bahan baku, proses hingga limbahnya. Di era bioteknologi, sudah saatnya industri rumah tangga, kecil dan menengah mendapat pembinaan untuk mengaplikasikan fermentasi tempe yang baik.
Riset terhadap starter atau laru tempe unggul yang menghasilkan tempe dengan kandungan antioksidan kuat, kandungan vitamin B12 yang tinggi serta senyawa antibakteri patogen, antidiare, anti rotavirus diare yang lebih kuat bahkan mungkin anti terhadap virus-virus lainnya termasuk flu burung, demam berdarah adalah tantangan bagi para peneliti Indonesia terhadap tempe. Identifikasi molekuler dengan teknik PCR, dapat mengetahui mekanisme kerja bioaktif komponen tempe.

Daftar Bacaan
Astuti, Mary. 1995. Tempe dan Antioksidan Prospek Pencegahan Penyakit Degenaratif. Yayasan Tempe Indonesia
Bhan, M.K., (2000), Current and future management of childhood diarrhoea. International Journal of Antimicrobial Agents 14, pp. 71-73
Campbell-Platt, G., (2004), Fermented Foods, In: Robinson, R.K. (Ed.) Encyclopedia of Food Microbiology. Academic press, London, UK, pp. 736-739
Chen-Tien, C., Cheng-Kuang, H., Su-Tze, C., Ya-Chen, C., Feng-Sheng, H., Yun-Chin, C., (2009), Effect of fermentation time on the antioxidant activities of tempeh prepared from fermented soybean using Rhizopus oligosporus. International Journal of Food Science and Technology 44, pp. 799-806.
Egounlety, M., Aworh, O.C., (2003), Effect of soaking, dehulling, cooking and fermentation with Rhizopus oligosporus on the oligosaccharides, trypsin inhibitor, phytic acid and tannins of soybean (Glycine max Merr.), cowpea (Vigna unguiculata L. Walp) and groundbean (Macrotyloma geocarpa Harms). Journal of Food Engineering 56, pp. 249- 254.
Ruggiero, R.J., D. Pharm, and E.L. Frances. 2002. Estrogen : Physiology, Pharmacology, and Formulations for Replacement Therapy. Journal of Midwifery and Women’s Health. 47 (3) : 130-138.
Sutardi and Buckle, K.A. 1985. Phytic Acid Changes in Soybeans Fermented by Traditional Inoculum and Six Strain of Rhizopus oligosporus. J.Applied Bacterial 53 (6). 539-543.

(Ir.Ingrid S.Surono, M.Sc, Ph.D)