Mikronutrien (zat gizi mikro) adalah zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah sedikit, namun mempunyai peran yang sangat penting dalam pembentukan hormon, aktivitas  enzim serta mengatur fungsi sistem imun dan sistem reproduksi. Yang termasuk mikronutrien adalah vitamin (baik yang larut air maupun larut lemak) dan mineral. Mineral dibagi menjadi dua kelompok yaitu makromineral dan mikromineral. Makromineral adalah mineral yang dibutuhkan tubuh sebanyak minimal 100 mg per hari (contoh: kalsium, fosfor), sedangkan mikromineral (trace elements) adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah kurang dari 100 mg per hari (contoh: seng, besi).  Adapula mikromineral dibutuhkan dalam jumlah hanya beberapa mikrogram per hari,  seperti cuprum dan molibdenum. Mikronutrien diperoleh dari luar tubuh seperti dari makanan atau suplemen, karena tubuh tidak mampu memproduksinya dalam jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan tubuh.

Meskipun hanya dibutuhkan tubuh dalam jumlah yang sangat sedikit, mikronutrien sangat dibutuhkan oleh tubuh. Kekurangan zat gizi mikro dapat meningkatkan resiko terserang penyakit menular, kematian akibat diare, campak, malaria dan paru-paru. Kondisi tersebut merupakan bagian dari 10 penyebab utama kematian di dunia saat ini. WHO mencatat bahwa lebih dari 2000 juta penduduk di dunia menderita kekurangan vitamin dan mineral, terutama vitamin A, yodium, besi dan seng.

Kelompok yang paling mudah mengalami kekurangan zat gizi mikro adalah ibu hamil, ibu menyusui dan anak-anak berusia di bawah 5 tahun. Hal ini disebabkan karena mereka membutuhkan vitamin dan mineral dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok lainnnya. Di samping itu, kelompok ini juga sangat mudah mengalami akibat yang merugikan dari kekurangan zat gizi mikro. Bagi ibu hamil, kekurangan zat gizi mikro dapat meningkatkan resiko kematian ibu saat melahirkan, melahirkan bayi berat badan kurang (low birth weight) Bagi ibu menyusui, status zat gizi mikronya akan menentukan kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan bayi yang disusuinya,  terutama pada usia 6 bulan pertama setelah bayi lahir. Sedangkan bagi anak-anak kecil, kekurangan zat gizi mikro dapat meningkatkan resiko kematian yang disebabkan karena penyakit menular dan dapat menyebabkan gangguan fisik dan perkembangan mental anak.

Di bawah ini adalah beberapa zat gizi mikro penting yang saat ini terkait dengan masalah kesehatan masyarakat, yaitu:

 

Vitamin A

Vitamin A mempunyai peranan penting dalam fungsi penglihatan, kekebalan tubuh, diferensiasi sel (perubahan bentuk dan fungsi sel), reproduksi (pembentukan sperma pada laki-laki dan menjaga kesuburan pada perempuan), pertumbuhan embrio, dan pertumbuhan serta perkembangan sel, antara lain tulang dan gigi. Vitamin A terdapat dalam bentuk retinol, retinal dan asam retinoat sedangkan pro-vitamin A terdapat dalam bentuk karotenoid (alfa, beta dan gama karoten). Sumber vitamin A sebagian besar berasal dari bahan pangan hewani seperti hati ayam, telur, minyak ikan, susu dan mentega. Sedangkan sayur-sayuran berwarna hijau tua seperti daun singkong, daun kacang, kangkung, brokoli, bayam dan buah-buahan berwarna kuning-jingga seperti wortel, tomat, papaya, mangga banyak mengandung pro-vitamin A (karotenoid). Kekurangan vitamin A dapat menyebabkan buta senja (night blindness), menurunnya fungsi kekebalan tubuh, gangguan pertumbuhan sel, terutama tulang dan gigi, kulit menjadi kering dan kasar. Defisiensi vitamin A yang sudah berat dapat mengakibatkan kebutaan. Angka kecukupan vitamin A rata-rata yang dianjurkan per hari untuk laki-laki dan perempuan dewasa masing-masing adalah 600 dan 500 mikrogram per hari. Untuk ibu hamil sampai dengan 6 bulan pertama, perlu ada penambahan sebanyak 350 mikro gram vitamin A per hari. Kelebihan vitamin A dapat terjadi akibat konsumsi suplemen vitamin A dalam dosis tinggi dalam jangka waktu lama. Gejala yang ditimbulkan antara lain adalah sakit kepala, pusing, mual, rambut rontok, kulit kering, tidak ada nafsu makan (anoreksia) dan sakit pada tulang.

 

Zat Besi

Zat besi merupakan mineral esensial bagi pembentukan hemoglobin yang berfungsi untuk membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh, elektron ke dalam sel, dan membentuk enzim zat gizi besi yang dibutuhkan untuk produksi energi seluler, sistem kekebalan tubuh, dan fungsi otak.

Zat besi dalam makanan terdapat dalam dua bentuk yaitu heme dan non-heme. Bentuk ini berpengaruh terhadap penyerapannya dalam tubuh. Besi-heme merupakan bagian dari hemoglobin dan mioglobin, umumnya terdapat dalam bahan pangan hewani dan mempunyai ketersediaan biologis (bioavailability) yang baik karena mudah diserap dua kali lipat dibandingkan besi non-heme. Mengkonsumsi zat besi heme dan non-heme secara bersama-sama dapat meningkatkan penyerapan besi non heme. Asam organik, seperti vitamin C diketahui juga dapat  membantu penyerapan besi non-heme. Hati, daging, ayam, ikan, tiram, dan kerang merupakan sumber besi yang sangat baik dari segi jumlah maupun ketersediaan biologis (bioavailability). Sumber besi lainnya terdapat dalam serealia tumbuk, kacang-kacangan, sayur-sayuran dan beberapa jenis buah. Namun demikian, ketersediaan biologis besi dalam bahan pangan nabati tidak sebaik bahan pangan hewani, terutama pada bahan pangan nabati yang mengandung asam oksalat tinggi seperti bayam dan asam fitat yang tinggi seperti serealia dan kedelai. Tanin, senyawa polifenol yang terdapat dalam teh, kopi dan beberapa jenis sayur dan buah juga dapat menghambat absorpsi zat besi dalam tubuh. Kalsium dosis tinggi juga dapat menghambat absorpsi besi.

Defisiensi zat besi dapat menyebabkan anemia. Anemia merupakan gangguan gizi yang banyak dijumpai di dunia, terutama di negara berkembang. Anemia dapat menyebabkan gangguan perkembangan fisik dan otak pada anak, meningkatkan resiko kematian anak-anak, menurunkan produktivitas kerja orang dewasa, penyebab prematuritas, bayi berat lahir rendah, kematian ibu, meningkatkan resiko terjadinya pendarahan dan infeksi saat melahirkan. Anemia berkontribusi 20% terhadap penyebab kematian ibu saat melahirkan. Defisiensi besi terutama dialami oleh anak-anak, remaja, ibu hamil dan menyusui serta pekerja berpenghasilan rendah. Defisiensi besi dapat juga terjadi karena konsumsi makanan yang kurang seimbang atau gangguan absorpsi besi, dan diperburuk dengan pendarahan akibat luka atau cacingan, dan penyakit menular seperti HIV dan tuberculosis. Angka kecukupan besi yang dianjurkan pada laki-laki dewasa adalah 13 mg per hari dan 26 mg per hari pada perempuan dewasa. Pada ibu hamil 3 bulan pertama diperlukan tambahan sebesar 9 mg dan 13 mg untuk 3 bulan kedua. Sedangkan pada ibu menyusui diperlukan tambahan sebesar 6 mg untuk 6 bulan pertama dan 8 mg untuk 6 bulan kedua.

 

Zat Seng (zinc)

Zat seng adalah salah satu zat gizi mikro yang menarik perhatian para ahli gizi akhir-akhir ini karena fungsinya bagi tubuh. Zat seng merupakan komponen dari enzim atau sebagai katalisator pada kegiatan lebih dari 200 enzim. Zat seng berperan dalam fungsi metabolisme seperti reaksi-reaksi yang berkaitan dengan sintesis dan degradasi karbohidrat, protein, lemak dan asam nukleat. Di samping itu, seng juga berperan dalam proses replikasi sel, fungsi kekebalan tubuh, penglihatan, mencegah kerusakan sel akibat radikal bebas, pengembangan fungsi reproduksi laki-laki dan pembentukan sperma, perkembangan janin, kondisi bayi yang akan dilahirkan, perkembangan fungsi pengecapan dan nafsu makan, serta kesehatan tulang.

Protein hewani seperti daging, hati, kerang, tiram dan telur merupakan sumber zat seng yang sangat baik. Golongan serealia dan kacang-kacangan terutama serealia yang belum mengalami proses pengolahan, juga merupakan sumber seng namun  absorpsinya dalam tubuh sangat rendah. Hal ini disebabkan karena bahan pangan tersebut memiliki kandungan asam fitat yang tinggi yang dapat menghambat absorpsi seng. Proses fermentasi pada makanan dapat meningkatkan ketersediaan biologis (bioavailability) serta absorpsi zat seng.

Defisiensi zat seng banyak terjadi di dunia, terutama pada negara-negara berkembang dan kelompok yang rentan seperti anak-anak, ibu hamil dan menyusui, serta orang tua. Defisiensi seng disebabkan karena rendahnya asupan, penyerapan, meningkatnya kebutuhan serta pengeluaran zat seng. Diare serta infeksi kronis seperti penyakit paru-paru juga dapat menyebabkan defisiensi seng. Defisiensi seng dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan, fungsi pencernaan, kekebalan, reproduksi, sistem saraf, otak, kelenjar tiroid, metabolisme vitamin A, nafsu makan serta memperlambat penyembuhan luka. Pada anak-anak dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan anak menjadi rentan terhadap infeksi sedangkan pada ibu hamil berkaitan dengan komplikasi saat melahirkan. Angka kecukupan seng yang dianjurkan adalah 13 mg pada laki-laki dan 10 mg pada perempuan. Pada ibu hamil diperlukan tambahan 2 mg pada kehamilan 3 bulan pertama, 4 mg pada 3 bulan kedua, dan 10 mg pada 3 bulan ketiga. Sedangkan pada ibu menyusui diperlukan tambahan masing-masing sebesar 10 mg pada usia 6 bulan pertama dan 6 bulan kedua.

 

Yodium

Yodium merupakan komponen penting dalam sintesis hormon tiroid, yaitu hormon yang berfungsi mengatur suhu tubuh, metabolisme dasar, reproduksi, pertumbuhan dan perkembangan, pembentukan sel darah merah serta fungsi otot dan saraf. Dalam darah, yodium terdapat dalam bentuk yodium bebas atau terikat dengan protein (Protein-Bound Iodine/PBI). Laut merupakan sumber utama yodium. Karena itu makanan laut seperti ikan, udang, kerang, rumput laut merupakan sumber yodium paling baik. Ikan laut mengandung yodium yang lebih banyak dibandingkan dengan ikan air tawar. Sayur-sayuran dan buah-buahan sedikit mengandung yodium. Untuk mencukupi kebutuhan yodium sekaligus mengatasi masalah defisiensi yodium, maka dilakukan penambahan yodium pada garam.

 

Defisiensi yodium dapat menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid (goiter). Kekurangan yodium yang parah di awal kehamilan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan janin, dan dalam keadaan parah dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan pada bayi yang dilahirkan yang disebut kretinisme (cebol).  Kretinisme yang parah dapat menyebabkan bisu, tuli dan gangguan mental. Kekurangan yodium juga dapat menyebabkan kemampuan belajar yang rendah dan penurunan kepandaian (IQ). Kubis mentah, lobak dan singkong mengandung goitrogen yang merupakan senyawa yang menghambat absorpsi yodium dalam tubuh.  Konsumsi makanan tersebut dalam keadaan segar dan dalam jumlah besar dapat menyebabkan kekurangan yodium. Pemasakan dapat menginaktifkan goitrogen.  Kekurangan yodium banyak terdapat di daerah yang letaknya jauh dari laut seperti pegunungan. Tanah di daerah pegunungan sedikit mengandung yodium. Angka kecukupan yodium yang dianjurkan adalah 4700 mg per hari. Sedangkan untuk ibu menyusui memerlukan tambahan masing-masing sebesar 400 mg untuk kelahiran 6 bulan pertama dan 6 bulan kedua.

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi kekurangan zat gizi mikro. Pertama adalah dengan penganekaragaman/diversifikasi makanan, dan kedua adalah dengan fortifikasi yaitu dengan penambahan satu atau lebih zat gizi mikro ke dalam makanan, misalnya fortifikasi besi pada susu formula, atau sereal.

 

Daftar pustaka:

Almatsier,S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, 2010.

Departemen Kesehatan RI. Angka Kecukupan Gizi Rata-rata yang Dianjurkan. 2013.

http://www.who.int/nutrition/topics/micronutrients/en/

Insel, P., Turner, R.E., and Ross, D. Nutrition, Update 2002. Jones and Bartlett Publisher.  2001.

Preventing and Controlling Micronutrient Deficiencies in Population Affected by an Emergencies, 2006.  Joint statement by the World Health Organization, the World Food Programme and the United Nations Children’s Fund.

(Available at: http://www.unicef.org/nutrition/files/Joint_Statement_Micronutrients_March_2006)

The World Health Report 2001: Reducing risks, promoting healthy life. Geneva, World Health Organization, 2001

(Yulia, STP., M.Gizi)