Pemanfaatan Umbi sebagai Bahan Pangan Alternatif
Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan berbagai jenis tanaman termasuk umbi-umbian. Banyak diantara umbi-umbian tersebut yang dimanfaatkan sebagai bahan pangan alternatif, diantaranya umbi talas, ubi kayu, kentang, suweg, iles-iles dan sebagainya.
Selain jenis umbi yang disebutkan di atas, terdapat umbi jenis lain yang belum dimanfaatkan karena kandungan oksalatnya yang sangat tinggi sehingga menyebabkan umbi tersebut menjadi sangat gatal. Jenis umbi ini adalah umbi walur atau memiliki nama latin Amorphophallus campanulatus var. sylvestris. Umbi walur ini, banyak ditemukan di sekitar kebun iles-iles dan dianggap sebagai gulma. Pada lahan pertanian tersebut, umbi walur diproduksi dalam jumlah tiga kali lipat lebih banyak dari produksi umbi iles-iles yang dibudidayakan.
Namun, tingginya kandungan oksalat menyebabkan jenis umbi ini hanya dibuang dan dibiarkan membusuk karena bahkan babi hutan pun tidak mau mengkonsumsi umbi ini karena gatal. Padahal dilihat dari besarnya produksi umbi walur ini, maka peluang untuk menjadikannya sebagai bahan pangan alternatif menjadi menarik.
Sebenarnya hampir semua jenis umbi-umbian mengandung oksalat yang menyebabkan rasa gatal. Namun kandungannya yang berbeda-beda menyebabkan perlakuannyapun berbeda untuk menghilangkan rasa gatal tersebut. Untuk jenis umbi yang memiliki kandungan oksalat yang relatif rendah, maka rasa gatal tersebut dapat hilang dengan adanya proses pemasakan. Berbeda halnya dengan umbi walur yang memiliki kandungan oksalat yang sangat tinggi, maka perlu diberikan perlakuan khusus untuk menghilangkan rasa gatal tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan,perendaman potongan umbi walur ke dalam larutan HCl 0,2 N selama 30 menit yang diikuti dengan perendaman dalam natrium bikarbonat 1% selama 5 menit lalu dicuci hingga bersih dapat menurunkan kandungan oksalat umbi walur hingga 93,17%. Umbi walur yang telah mengalami perlakuan tersebut dapat diambil patinya ataupun tepung sebagai bahan pangan alternatif.
Pati umbi walur yang telah diberi perlakuan tersebut memiliki kandungan oksalat yang lebih rendah dibandingkan dengan kandungan oksalat dalam tepung terigu, Hal sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku produk pangan. Hasil organoleptik menunjukkan bahwa produk cookies yang menggunakan 100% pati walur disukai oleh panelis sedangkan untuk produk mie, penggunaan 60% pati walur disukai panelis, karena rasa gatal di lidah berhasil dihilangkan. (Rani Anggraeni, S.Si., M.Si.).
Comments :