Ikan Busuk & Potensinya sebagai Media Sederhana Pertumbuhan Mikroba
Keragaman hayati laut Indonesia, memberikan pengaruh yang sangat signifikan bagi kemajuan masyarakat, terutama hasil laut yang dimiliki. Terdapat banyak potensi hayati yang dapat dimanfaatkan dari hasil laut diantaranya ikan-ikan, rumput laut dan potensi hayati lainnya.
Ikan merupakan sumber protein hewani yang sangat baik bagi manusia untuk dikonsumsi, selain itu ikan juga merupakan sumber lemak tak jenuh yang baik dan sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan manusia karena tingginya asam lemak tak jenuh kelompok omega 3 dan omega 6 yang terdapat pada ikan.
Potensi ikan-ikan ini sangat banyak mentadangkan manfaat bagi manusia selain sebagai umber protein dan lemak hewani yang baik juga memberikan peluang dalam peningkatan sumber perekonomian bagi masyarakat. Tingginya animo masyarakat akan manfaat ikan dari berbagai bidang menyebabkan tingginya aktivitas penangkapan ikan-ikan di laut. Penangkapan ikan-ikan yang dilakukan oleh nelayan tidak hanya ikan-ikan dengan harga ekonomis tinggi tetapi banyak nelayan yang secara tidak sengaja menangkap ikan rucah. Ikan rucah, adalah kelompok ikan pelagis yang memiliki kandungan protein dan lemak yang relatif tinggi. Selama ini para nelayan diberbagai daerah hanya membuang ikan-ikan rucah ini karena dinilai kurang ekonomis, selain itu banyak dari ikan-ikan ini mudah mengalami proses penurunan mutu pasca penangkapan, sehingga ikan-ikan ini dibiarkan membusuk menjadi ongokan-ongokan di beberapa Tempat Penangkapan Ikan (TPI) dan pada akhirnya menjadi limbah dan berpotensi merusak lingkungan lingkungan.
Berbagai kajian dilakukan untuk melihat potensi yang mungkin dapat dihasilkan dari ikan-ikan rucah dalam fase busuk ini. Beberapa industri rumah tangga disekitar TPI dan pelabuhan menggunakan ikan-ikan rucah yang sudah mengalami kerusakan fisik ini untuk menghasilkan produk-produk tradisional, seperti silase, minyak ikan, pakan ikan dan lainnya, namun produk ini dinilai kurang memilik harga jual yang tinggi. Beberapa laporan penelitian menyebutkan selain produk-produk di atas ikan-ikan rucah ini diduga dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan produk hidrolisat dengan nilai jual yang relatif tinggi salah satunya adalah pepton ikan.
Beberapa industri rumah tangga disekitar TPI dan pelabuhan menggunakan ikan-ikan rucah yang sudah mengalami kerusakan fisik ini untuk menghasilkan produk-produk tradisional, seperti silase, minyak ikan, pakan ikan dan lainnya, namun produk ini dinilai kurang memilik harga jual yang tinggi. Beberapa laporan penelitian menyebutkan selain produk-produk di atas ikan-ikan rucah ini diduga dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan produk hidrolisat dengan nilai jual yang relatif tinggi salah satunya adalah pepton ikan.
Pepton dapat diperoleh dari hasil hidrolisis protein hewani, baik limbah (jeroan) atau daging yang tidak bernilai ekonomis tinggi, gelatin, susu, kasein, tanaman maupun khamir. Hidrolisis secara umum dapat menggunakan enzim proteolitik seperti papain, pepsin dan tripsin.
Definisi lain menyebutkan bahwa pepton adalah produk turunan dari hidrolisat protein yang larut dalam air dan tidak mengalami proses koagulasi pada air panas. Pepton tidak mengalami presipitasi oleh panas, alkali, dan amonium sulfat jenuh. Pepton ini juga merupakan sumber nitrogen utama dalam media komersial untuk pertumbuhan bakteri yang terdiri dari campuran polipeptida, dipeptida, dan asam amino yang dapat diperoleh dari bahan yang mengandung protein melalui reaksi hidrolisis asam atau enzimatis.
Produk pepton memiliki karaketistik kimia meliputi parameter kelarutan dalam air mencapai 100%, total nitrogen (TN) 12-13%, α-amino nitrogen (AN) 1,2-2,5%, AN/TN≤17 dengan kadar garam (NaCl) 11-21%.
Pepton adalah media yang sering digunakan pada berbagai laboratorium mikrobiologi, seperti media sederhana untuk menumbuhkan bakteri Staphylococcus aureus, Bacillus sp., dan jenis lainnya. Kebutuhan pepton di Indonesia selama ini dipenuhi melalui impor dengan harga yang tinggi, dan terus meningkat tiap tahunnya. Berdasarkan data BPS menunjukkan bahwa impor pepton dari bulan Januari hingga April tahun 2005 di Indonesia mengalami peningkatan menjadi 1.306.618 kg dengan harga sebesar US $ 3,5 juta.
Saputra dan Hayati (2008; 2013) dalam penelitianya melaporkan bahwa ikan-ikan rucah pada kondisi busuk ternyata dapat digunakan sebagai bahan baku untuk menghasilkan produk hidrolisat dengan nilai jual yang relatih tinggi yakni produk pepton. Pepton yang dapat dihasilkan dari ikan-ikan rucah pada fase busuk ini juga dilaporkan memiliki kualitas yang baik seperti pepton komersial. Saputra & Nurhayati (2013) juga melaporkan bahwa pepton ikan rucah kondisi busuk ini memiliki karakteristik kelarutannya dalam air cukup tinggi yakni mencapai 96,74%; kadar protein tepung pepton yang tinggi sebesar 74,17% (bb). Sehingga diduga pepton ikan rucah busuk ini mengandung beberapa jenis asam amino essensial yang sangat dibutuhkan oleh mikroba untuk dapat tumbuh dengan baik. Selain itu kandungan total nitrogen pepton ikan rucah busuk ini mencapai 11,86%, α-amino nitrogen 1,07 g/100 g, α-amino nitrogen per total nitrogen 9,02; dan kadar garam 0,41%. Selain itu produk pepton asal ikan rucah busuk ini berdasarkan hasil pengukuran nilai OD dilaporkan memiliki kemampuan yang baik sebagai media sederhana pendukung pertumbuhan mikroba Salmonella sp. dan Pseudomonas aeruginosa di laboratorium. (Dede Saputra, S.Psi., M.Si.)
Comments :