Tingginya tingkat perekonomian suatu negara dapat dilihat dari tingginya tingkat konsumsi daging masyarakat dinegara tersebut. Meskipun daging menawarkan gizi yang penting bagi manusia, seperti zat gizi makro (karbohidrat, protein, dan lemak) dan zat gizi mikro (asam folat, vitamin B12, vitamin A, dan mineral seperti selenium dan zat besi), namun peningkatan konsumsi daging membawa dampak yang sangat buruk bagi kesehatan dan lingkungan. Dampak negatif konsumsi daging bagi kesehatan antara lain dapat memicu terjadinya kanker kolon, kanker payudara, dan kanker prostat pada manusia. Sedangkan dampak peningkatan konsumsi daging bagi lingkungan adalah berkontribusi terhadap terjadinya perubahan iklim, pasalnya 18 % gas rumah kaca yang dilepaskan secara global berasal dari peternakan hewan. Jumlah ini melampaui jumlah dari sector lalu lintas.
Pada dasarnya, konsumsi daging tidaklah buruk bagi kesehatan, karena daging merupakan pemasok zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh, terutama protein, lemak dan vitamin B serta zat besi yang penting bagi tubuh. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Biesalski (2005), salah satu contoh daging yang kaya akan protein dan lemak adalah daging merah. Konsumsi daging merah dianjurkan atau direkomendasikan untuk dikurangi karena dapat memicu penyakit kanker, obesity (kegemukan), dan sindrom metabolic. Menurut Biesalski (2005), protein pada daging dan produk daging seperti ‘barbecued beef’ dapat memicu atau meningkatkan sirkulasi insulin yang diasumsikan memiliki kontribusi sebagai karsinogenesis kolon sehingga hasil hipotesanya menjelaskan bahwa resistensi insulin dapat meningkatkan resiko kanker kolon. Glukosa intoleran dan resistensi insulin merupakan dua jenis atau tipe diabetes yang dapat menyebabkan kanker kolon. kerja insulin menjadi meningkat, terjadi peningkatan trigliserida dalam tubuh, VLDL (Very Low Density Lipoproteins) meningkat, dan juga dapat menyebabkan kegemukan yang tidak normal.
Biesalski (2005) juga menjelaskan bahwa lemak pada daging dan produk olahan daging seperti barbecued beef memiliki korelasi positif dengan kanker payudara, kanker kolon, dan kanker prostat. Setelah dianalisa dan diuji secara keseluruhan, konsumsi lemak antara 15 sampai 45 % tidak menyebabkan meningkatnya resiko kanker payudara, kanker prostat, dan kanker kolon, tetapi konsumsi lemak yang kurang dari 15 %, justru dapat memicu terjadinya kanker kolon, kanker payudara, dan kanker prostat. Hal ini disebabkan karena lemak hewani mengandung asam lemak tidak jenuh rantai panjang (PUFA) , seperti omega 3, dan omega 6 yang bersifat antikarsinogenik yang dapat menghambat terjadinya kanker kolon, kanker payudara, dan kanker prostat. Dengan rendahnya konsumsi lemak (< 15 %) maka akan menyebabkan kandungan asam lemak tidak jenuh (omega-3 dan omega-6) di dalam tubuh juga kecil, sehingga efeknya sebagai antikanker menjadi kurang berfungsi dengan baik. Hal tersebut juga diperkuat oleh penjelasan MacRae (2005) yang menjelaskan bahwa konsumsi protein dan lemak yang berlebihan dari pangan hewani seperti daging dan produk olahan daging (Barbecued beef) dapat memicu terjadinya penyakit kanker seperti kanker kolon, kanker payudara, dan kanker prostat pada manusia, khususnya pada masyarakat di negara-negara Barat yang banyak mengkonsumsi daging dari pada buah-buahan dan sayur-sayuran. Asam lemak tidak jenuh yang memberikan dampak positif terhadap kesehatan antara lain adalah conjugated linoleic acid (CLA). CLA dapat mereduksi adipose, meningkatkan profil lipoprotein plasma dan secara signifikan meningkatkan sistem imunitas dan hormonal.
Untuk mengatasi penyakit kanker tersebut, Biesalski (2005) menjelaskan bahwa konsumsi produk hewani seperti daging dan produk olahan daging harus dibatasi dan diseimbangkan dengan banyak mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan, karena sayur-sayuran dan buah-buahan merupakan sumber folat yang penting. Folat dan vitamin B12 sebagai pemberi methyl dan sebagai “transfer factor” yang merubah methionin dan cholin. Asam folat dan metionin sebagai kelompok penyumbangkan methyl akan menyebabkan terjadinya reaksi metilasi yang akan memberikan kontribusi terhadap resiko penyakit kanker. Rendahnya konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan akan menyebabkan terjadinya defisiensi folat.
Biesalski (2005) juga menjelaskan bahwa aosiasi gizi di Jerman merekomendasikan untuk meningkatkan konsumsi vitamin A sebesar 40 % pada ibu hamil dan 90 % pada ibu yang menyusui. Vitamin A banyak pada hati, sayuran yang berwarna orange dan hijau gelap. Beta karoten yang merupakan provitamin A merupakan antioksidan yang dapat mencegah terjadinya kanker payudara dan kanker paru-paru pada orang perokok.
Penelitian yang dilakukan oleh Ibanez et al (2005) menjelaskan bahwa PAHs (polycyclic aromatic hydrocarbons, dan (B[a]P) benzo(a)pirine merupakan bahan pangan yang memiliki prospek terbesar dalam menyebabkan kanker pada orang dewasa di Spanyol. PAHs merupakan kelompok yang memiliki lebih dari 100 komponen yang terdiri dari dua atau lebih cincin aromatic dan terbentuk saat proses pembakaran yang kurang sempurna dari bahan organik. Pemasakan pada beberapa makanan, seperti daging, ikan, dan roti pada suhu yang tinggi khususnya jika kontak langsung dengan api, maka akan terbentuk PAHs. Dan menurut International Agency For Research Of Cancer, B[a]P digolongkan sebagai kelompok 2A yang bersifat karsinogenik (menyebabkan penyakit kanker) pada manusia.
Hasil penelitian yang dilakukan Ibanez et al (2005) terhadap bahan pangan yang dianalisa secara terpisah dengan bahan pangan lainnya menunjukkan bahwa konsumsi steak daging sapi dan produk daging memberikan kontribusi 47.5 % terhadap B[a]P, diikuti oleh daging babi (3.2 %), dan gading domba (3.1 %). Pada penelitian ini kontribusi daging asap (beef) dan ikan asap (sale ikan) terhadap PAHs sangat kecil dan merupakan factor yang dominan, berbeda dengan hasil yang diperoleh dari penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa daging asap dan sale ikan memiliki kontribusi yang besar terhadap PAHs. Lima kelompok bahan makanan yang memberikan kontribusi terbesar terhadap konsumsi B[a]P adalah steak daging sapi, nasi yang ditanak, roti, muffins dan cake, dan yogurt. Pembentukan dan peningkatan B[a]P pada daging disebabkan oleh proses pemasakan dan kekurangmatangan daging barbecued. Jadi dari hasil penelitian ini terlihat bahwa PAHs dan B[a]P banyak terbentuk pada daging dan produk olahan daging yang dibakar secara langsung dan PAHs dan B[a]P ini merupakan senyawa yang bersifat karsinogenik yang dapat memicu terjadinya kanker pada manusia.
Pada kasus lain, Archer (2002) menjelaskan bahwa Penggunaan nitrat dan nitrit pada produk daging olahan berfungsi sebagai bahan aditif. Metabolism nitrat dan nitrit dapat menghasilkan nitrosamine yang bersifat karsinogenik dan nitrosamine ini merupakan agent pemicu terjadinya penyakit kanker di dalam tubuh manusia. (Wiwit Amrinola, STP., M.Si)
Referensi Bacaan
Archer, D. L. 2002. Evidance That Ingested Nitrate And Nitrite Are Beneficial To Health. Journal Of Food Protection Vol. 65. USA.

Biesalski, H. K. 2005. Meat As a Component of AHealthy Diet-Are There Any Risks or Benefits If Meat Is Avoided In The Diet?. Journal Meat Science. Jerman.

Ibanez, et al. 2005. Dietary Intake of Polycyclic Aromatic Hydrocarbons in a Spanish Population. Journal of Food Protection Vol. 68, hal. 2190-2195. Spanyol.

MacRae, J et al. 2005. Desirable Characteristics of Animal Product From a Human Health Perspective. Journal of Livestock Production Science. UK.