Susu merupakan makanan pertama bagi bayi yang baru dilahirkan karena mengandung hampir semua nutrisi esensial yang dibutuhkan oleh bayi, seperti protein, karbohidrat, lemak, mineral, enzim-enzim, gas serta vitamin A, C dan D. Susu dibutuhkan untuk kesehatan dan pertumbuhan yang optimum, karena mengandung nutrisi untuk perkembangan tulang dan juga merupakan sumber energi esensial. Oleh karena itu susu sangat dianjurkan untuk dikonsumsi bagi semua kalangan, mulai dari bayi hingga manula.
Bagi balita berusia 0 bulan hingga 2 tahun, minum Air Susu Ibu (ASI) adalah yang paling baik. Jika tidak bisa hingga 2 tahun, minimal bayi minum ASI ekslusif hingga 6 bulan, tanpa makanan pendamping lainnya. Setelah 6 bulan, bayi dapat mengkonsumsi makanan pendamping ASI (MP-ASI) seperti susu formula.
Badan Standardisasi Nasional (1998) dalam SNI No. 01-3141-1998 mendefinisikan susu segar sebagai cairan yang berasal dari kambing sapi sehat, diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, tidak mengalami penambahan atau pengurangan suatu komponen apapun dan tidak mengalami pemanasan. Komposisi gizi pada susu secara umum terdiri atas protein (30%), karbohidrat (40%) dan lemak (40%). Seperti yang kita tahu, susu segar merupakan produk yang sangat mudah mengalami kerusakan serta tidak memiliki waktu penyimpanan yang lama. Hal ini karena kandungan nutrisi susu yang sangat baik yang merupakan media pertumbuhan mikroorganisme pembusuk. Untuk itu, perlu dilakukan upaya untuk pengawetan susu segar, caranya adalah dengan melakukan pengolahan.
Pengolahan terhadap susu segar dapat meningkatkan masa simpan, namun biasanya kandungan gizi susu akan berkurang. Dalam ilmu pangan diketahui bahwa semakin tinggi suhu dan semakin lama proses pengolahan maka kandungan gizi yang hilang akan semakin banyak, sehingga kita sebagai konsumen harus pintar-pintar memilih produk manakah yang paling baik untuk dikonsumsi. Terdapat dua jenis susu olahan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, yaitu susu bubuk dan susu cair (produk pasteurisasi dan produk UHT).
Susu bubuk berasal dari susu segar yang kemudian dikeringkan, umumnya menggunakan spray dryer atau freeze dryer. Kerusakan protein sebesar 30% dapat terjadi pada pengolahan susu segar menjadi susu bubuk. Kerusakan vitamin dan mineral juga lebih banyak terjadi pada pengolahan susu bubuk.
Susu cair dapat diolah dengan dua cara, yaitu dengan pasteurisasi dan UHT. Susu pasteurisasi merupakan susu yang diberi perlakuan panas sekitar 63-72 °C selama 15 detik yang bertujuan untuk membunuh bakteri patogen. Susu pasteurisasi harus selalu disimpan pada suhu rendah (5-6 °C) dan memiliki umur simpan hanya sekitar 14 hari. Sedangkan susu UHT (Ultra High Temperature) merupakan susu yang diolah menggunakan pemanasan dengan suhu tinggi (135-145 °C) dalam waktu yang singkat, hanya 2-5 detik saja. Pemanasan dengan suhu tinggi ini bertujuan untuk membunuh seluruh mikroorganisme (baik pembusuk maupun patogen) dan spora. Waktu pemanasan yang singkat dimaksudkan untuk mencegah kerusakan nilai gizi susu serta untuk mendapatkan warna, aroma dan rasa yang relatif tidak berubah seperti susu segarnya.
Berdasarkan penjelasan tersebut, susu cair hasil pengolahan memiliki kandungan nutrisi yang lebih baik dibandingkan dengan susu bubuk karena adanya kehilangan nutrisi selama pengolahan. Namun, berdasarkan cara penyimpanannya, susu UHT lebih aman dibandingkan dengan susu pasteurisasi, karena tidak perlu disimpan di lemari pendingin dan dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Selain itu, keunggulan lain dari produk susu UHT adalah dalam pengolahannya dilakukan dengan cara aseptis, yaitu semua proses dilakukan secara otomatis dan sedikit melibatkan tangan manusia, sehingga menjamin produk menjadi higienis dan memenuhi standar kesehatan internasional. Pengolahan di pabrik dilakukan dengan menggunakan alat-alat yang steril, begitu juga dengan persiapan bahan baku, serta dikemas secara higienis dengan menggunakan kemasan aseptik multilapis berteknologi canggih yang kedap udara.
Hal tersebut membuktikan bahwa produk susu UHT adalah produk yang sangat aman untuk dikonsumsi dan memiliki kandungan gizi yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk susu lainnya. Namun, untuk konsumsi anak-anak atau bayi, tentu saja ASI lah yang paling baik. Susu UHT sudah mulai dapat diberikan kepada bayi setelah berumur di atas 6 bulan sebagai makanan pendamping ASI. Tetapi, pada umur tersebut penggunaan susu UHT ini harus dicairkan terlebih dahulu, hal ini karena pencernaan bayi yang masih rentan. Setelah berumur satu tahun, susu UHT sudah boleh diberikan secara utuh kepada anak dengan jumlah berkisar antara 2 – 3 gelas sehari (1 gelas = 250 ml) sesuai kemampuan anak. Susu UHT direkomendasikan untuk diberikan kepada anak usia di atas 12 bulan. Produk susu UHT juga ada yang dikemas khusus untuk anak balita.
Untuk keamanan, sebagai konsumen kita harus dapat memilih produk UHT mana yang layak untuk dikonsumsi. Berikut adalah tips untuk memilih prduk susu UHT yang aman. Jangan memilih produk yang kemasannya sudah menggembung, karena kemungkinan terjadi kebocoran sehingga bakteri-bakteri pembusuk dapat masuk ke dalamnya. Jika produk sudah dibuka, maka simpan di dalam lemari pendingin tidak lebih dari 1 hari, dan hindarkan menyimpan produk susu UHT pada suhu tinggi (>50 °C) karena akan menyebabkan kerusakan protein, serta memberi kesempatan untuk bakteri pembentuk spora dapat bergerminasi dan berkesempatan menjadi aktif bertumbuh. Untuk itu perlu diperhatikan masa kadaluwarsanya. (Rani Anggraeni, S.Si., M.Si.)