Illustration of a luwak/civet eating coffee. Image credit: https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Luwak-Katze_in_Kepahiang.jpg Creative Commons license

Oleh: Ata Aditya Wardana
Kopi luwak sangat berbeda dibandingkan kopi-kopi pada umumnya. Kopi luwak pertama kali ditemukan di perkebunan kopi Belanda sekitar 200 tahun sebelum Indonesia merdeka (Schoenholf, 1999). Dari segi harga, harga kopi luwak dibanderol paling mahal jika dibandingkan dengan kopi-kopi autentik Indonesia lainnya seperti kopi Aceh gayo, kopi Jawa, kopi Bali Kintamani, kopi Papua Wamena, dll. Bahkan di kelas dunia sekalipun, Indonesian palm civet coffee ini memiliki nilai jual tertinggi yaitu sekitar US$ 150 atau Rp 2,08 juta per 500 g (Muliana. 2016). Sesuai dengan namanya, proses pengolahan kopi ini tergolong unik bahkan aneh yaitu dengan memanfaatkan hewan luwak (bahasa jawa) atau musang. Kopi luwak didapatkan dari biji kopi yang dipilah dari kotoran luwak. Sampai saat ini, dikenal dua jenis kopi luwak, yaitu kopi dari luwak liar dan luwak tangkaran. Untuk kualitas rasa, kopi luwak liar lebih banyak disukai dibanding luwak tangkaran.
Proses pembuatan kopi luwak sangat unik. Luwak mempunyai kelebihan indera penciuman yang sangat tajam sehingga hanya memilih buah kopi yang mempunyai tingkat kematangan yang optimum berdasarkan rasa dan aroma yang disukai. Luwak memakan kopi dengan cara mengupas kulit luarnya saja dengan mulut, kemudian menelan lendir serta bijinya. Selain itu, proses fermentasinya juga berlangsung tak lazim, berbeda dengan makanan fermentasi lainnya, yaitu di dalam pencernaan hewan. Proses fermentasi terjadi secara alami oleh enzim dan bakteri yang ada pada pencernaan luwak sekitar 10 jam pada suhu 24-26°C (Marcone, 2004). Fermentasi tersebut menyebabkan kopi luwak mengandung protein yang lebih rendah dibandingkan dengan kopi biasa akibat perombakan sehingga rasanya tidak sepahit kopi biasa karena protein berkontribusi terhadap pembentuk rasa pahit saat disangrai. Saat keluar bersama feses, biji kopi tidak hancur karena sistem pencernaan luwak yang sederhana sehingga biji kopi masih utuh terbungkus kulit ari/kulit tanduk/parchment (Hadipernata, dkk. 2011). Setelah biji kopi keluar bersama feses, biasanya dicuci dan dikeringkan dengan cara penjemuran (sun drying). Ada juga petani yang melakukan pengeringan terlebih dahulu sebelum pencucian dengan alasan untuk mendapatkan citarasa yang lebih baik. Kemudian, pada saat roasting komponen-komponen yang menguap juga berbeda dibandingkan kopi biasa. Itulah beberapa peristiwa yang bertanggungjawab terhadap aroma dan citarasa kopi luwak sangat khas.
Meskipun berasal dari feses binatang, kopi luwak tergolong makanan yang halal. Fatwa MUI No. 07/MUI/07/2010 memutuskan bahwa biji kopi yang dimakan luwak dan keluar utuh dinyatakan halal dengan syarat biji kopi masih terbungkus kulit tanduk dan dapat tumbuh jika ditanam kembali. Selain itu, kopi luwak adalah bahan mutanajis (yang terkena najis) tetapi bukan najis; kopi luwak sebagaimana dimaksud adalah halal setelah disucikan; mengkonsumsi kopi luwak boleh; memproduksi dan memperjual belikan kopi luwak hukumnya boleh. Namun demikian, bukan tidak mungkin kita masih akan menemukan produk kopi luwak lain yang tidak memenuhi persyaratan halal tersebut. Demi kehati-hatian, dimohon untuk mengecek kode atau label halal LPPOM MUI yang biasanya tertera pada kemasan ketika membeli produk untuk memastikan status kehalalannya. Jika konsumen masih ragu dengan keabsahan sertifikasi halal yang tercantum, maka konsumen dapat mengecek update daftar produk halal yang masih berlaku pada website LPPOM MUI yaitu http://www.n.halalmui.org pada menu pencarian produk halal.

Referensi
Hadipernata, M., Tjahjohutomo, R., Agustinisari, I., Rahayu, E. 2011. Teknologi Proses Dan Keamanan Pangan Kopi Luwak. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Inovatif Pascapanen Pertanian III
Majelis Ulama Indonesia. 2010. Fatwa MUI No. 07/MUI/07/2010. MUI: Jakarta
Marcone, F, M., 2004. Composition and properties of Indonesian palm civet coffee (Kopi Luwak) and Ethiopian civet coffee. Food Research International 17 (901-912).
Muliana, V. A. 2016. 7 Kopi Termahal di Dunia, Nomor 1 dari Indonesia. http://bisnis.liputan6.com. Diakses tanggal 16 Februari 2017.
Schoenholf, Donald N. 1999. Kopi Luwak : The Stercoaceous Coffee of Indonesia. Tea and Coffee Trade Journal, 142-146.

 

Tertarik serunya berkuliah di jurusan Food Technology Binus University? Ayo #GabungBINUS, kontak langsung http://line.me/ti/p/%40gabung_binus 🙂

Save

Save